SUTRA/AYAT:
DEWI PARWATI BERTANYA: OH SIWA, APAKAH REALITAMU/HAKIKAT MU? APAKAH SEMESTA
YANG MENAKJUBKAN INI? APAKAH INTINYA? SIAPAKAH PUSAT RODA SEMESTA?
APAKAH HIDUP YANG DI LUAR SEGALA WUJUD DAN SEKALIGUS MERESAPI
SEMUA WUJUD?
BAGAIMANA KITA DAPAT SEPENUHYA MASUK KE DALAMNYA, MELAMPAUI RUANG
DAN WAKTU, MELAMPAUI SEGALA NAMA DAN MELAMPAUI SEMUA PENJELASAN?
MOHON HAPUSKANLAH KERAGUANKU!
SUTRA:
DEVI ASKS: OH SHIVA, WHAT IS YOUR REALITY? WHAT IS THIS WONDER-FILLED
UNIVERSE? WHAT CONSTITUTES SEED? WHO CENTERS THE UNIVERSAL WHEEL?
WHAT IS THIS LIFE BEYOND FORM PERVADING FORMS? HOW MAY WE ENTER IT
FULLY, ABOVE SPACE AND TIME, NAMES AND DESCRIPTIONS? LET MY DOUBTS BE
CLEARED!
Beberapa poin pengantar. Pertama, dunia VIGYANA BHAIRAVA TANTRA bukan
intelektual, bukan filsafats. Doktrin tidak ada artinya. Vighyana Bhairava Tantra terkait
dengan metode, dengan teknik - sama sekali bukan prinsip. Kata ‘tantra' berarti teknik,
metode, jalan. Jadi ini bukan filsafats – catat! Vigyana Bhairava Tantra tidak berurusan
dengan masalah intelektual dan pertanyaan-pertanyaan. Ia tidak berurusan dengan
“mengapa”; namun berkaitan dengan "bagaimana"; bukan dengan apakah kebenaran itu,
tapi bagaimanakah kebenaran dapat dicapai.
TANTRA berarti teknik. Jadi risalah ini adalah satu risalah ilmiah. Ilmu pengetahuan tidak
berurusan dengan mengapa, ilmu pengetahuan berurusan dengan bagaimana. Itu lah
perbedaan mendasar antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Filsafat bertanya, "Mengapa
segala sesuatu ini ada (keber-ada-an ini)?" Ilmu pengetahuan bertanya, "Bagaimana
segala sesuatu ini?" Saat engkau mengajukan pertanyaan, bagaimana? Metode, teknik,
menjadi penting. Teori menjadi berarti; pengalaman langsung menjadi tujuan utama.
Tantra adalah ilmu pengetahuan, tantra bukan filsafat. Memahami filsafat itu mudah
karena hanya kecerdasanmu yang diperlukan. Jika engkau dapat memahami bahasa, jika
engkau dapat memahami konsep, engkau dapat memahami filsafat. Engkau tidak
memerlukan perubahan; engkau tidak memerlukan transformasi. Jika engkau tetap dirimu
yang sekarang, engkau dapat memahami filsafat tetapi tidak dengan tantra.
Sebaliknya engkau membutuhkan perubahan..., mutasi. Hanya jika engkau berbeda tantra
dapat dipahami, karena tantra bukan dalil intelektual, tantra adalah pengalaman langsung.
Kecuali engkau terbuka dan mudah menerima, siap, mudah tersentuh oleh pengalaman,
tantra tidak akan datang kepadamu.
Filsafat berhubungan dengan pikiran. Kepalamu saja sudah cukup; totalitasmu tidak
diperlukan. Tantra membutuhkan totalitasmu. Inilah tantangannya yang lebih dalam.
Engkau harus ada sepenuhnya di dalamnya. Tidak setengah-setengah, terpisah-pisah.
Diperlukan sebuah pendekatan yang berbeda, sikap yang berbeda, pikiran berbeda untuk
menerimanya. Oleh karena itu, Dewi Parwati terdengar seperti mengajukan pertanyaan
filsafat.
Tantra dimulai dengan pertanyaan Dewi Parwati. Semua pertanyaan dapat dicerna secara
filsafat. Sungguh, setiap pertanyaan dapat dicerna dengan dua cara: secara filsafats atau
secara total, secara intelektual atau eksistensial. Sebagai contoh, jika seseorang
bertanya, "Apa itu cinta?" Engkau dapat memandangnya secara intelektual, engkau dapat
mendiskusikan, engkau dapat mengusulkan teori, engkau dapat berdebat untuk sebuah
dugaan-dugaan/hipotesis. Engkau dapat membuat sistem, sebuah doktrin - dan engkau
mungkin tetap tidak mengetahui sama sekali apa itu cinta.
Untuk membuat sebuah doktrin, pengalaman langsung tidak diperlukan. Justru
sebaliknya, semakin sedikit engkau tahu akan lebih baik karena engkau dapat
mengajukan doktrin tanpa keraguan. Hanya orang buta yang dengan mudah dapat
mendefinisikan apa itu cahaya. Bila engkau tidak tahu engkau akan yakin. Ketidaktahuan
selalu berani; pengetahuan selalu ragu-ragu. Dan semakin engkau tahu, semakin engkau
merasa bahwa dasar pijakanmu semakin lemah. Semakin engkau tahu, semakin engkau
merasakan betapa bodohnya dirimu. Dan mereka yang benar-benar bijaksana, mereka
menjadi bodoh. Mereka menjadi sesederhana dan sepolos anak-anak, selugu dan
sesederhana mereka yang idiot.
Semakin sedikit engkau tahu, semakin baik. Untuk menjadi filosofis, untuk menjadi
dogmatis, menjadi doktriner (berpegang pada doktrin) - itu mudah. Untuk mengatasi
masalah secara intelektual adalah sangat mudah. Tapi untuk mengatasi masalah secara
eksistensial - bukan hanya untuk berpikir tentang hal itu, tetapi untuk hidup melaluinya,
untuk menjalaninya, untuk membiarkan dirimu bertransformasi dengannya - adalah sulit.
Artinya adalah, untuk mengetahui cinta, seseorang harus mencintai. Hal ini berbahaya
karena engkau tidak akan pernah sama lagi. Pengalaman ini akan mengubahmu. Saat
engkau memasuki cinta, engkau memasuki (menjadi) orang yang berbeda. Dan ketika
engkau keluar darinya engkau tidak akan mampu mengenali wajah lamamu; wajah
lamamu tidak akan menjadi milikmu lagi. Sebuah akhir dari wajah yang lama akan muncul
Akan ada jarak, akan ada perbedaan, manusia yang lama sudah mati dan manusia baru
telah datang. Itulah yang dikenal sebagai kelahiran kembali - yang lahir dua kali (dwijati).
Tantra adalah non-filsafat dan eksistensial. Jadi tentu saja Dewi Parwati mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tampak filosofis, tapi Siwa tidak akan menjawab dengan cara
filosofis. Jadi sebaiknya ini dipahami di awal; Jika tidak, engkau akan bingung, karena
Siwa tidak akan menjawab satu pertanyaan. Semua pertanyaan yang ditanyakan Dewi
Parwati, Siwa tidak akan menjawabnya sama sekali. Dan Siwa tetap memiliki jawaban!
Dan sungguh, Dia yang menjawab semua itu, bukan orang lain - tetapi di alam yang
berbeda.
Dewi Parwati bertanya, “Apakah hakikat-Mu, Tuanku?" Dia tidak akan menjawabnya.
Sebaliknya, Siwa memberikan teknik. Dan jika Dewi Parwati melakukan teknik ini, dia
akan tahu. Jadi jawabannya agak berputar; tidak langsung. Siwa tidak akan menjawab
"Siapakah Aku." Dia akan memberikan teknik - dengan melakukannya engkau akan tahu.
Untuk tantra, melakukan adalah mengetahui, dan tidak ada pengetahuan lainnya. Kecuali
engkau melakukan sesuatu, kecuali engkau berubah, kecuali engkau memiliki perspektif
yang berbeda untuk melihat, untuk melihatnya, kecuali engkau bergerak dalam dimensi
yang sama sekali berbeda dari intelek, tidak akan ada jawaban. Semua jawaban-jawaban
yang dapat diberikan - adalah kebohongan. Semua filsafat adalah kebohongan. Engkau
mengajukan pertanyaan dan filsafat memberikan jawaban. Itu memuaskanmu atau tidak
memuaskanmu. Jika memuaskan, engkau menjadi pengikut filsafat itu, tetapi engkau tetap
sama. Jika tidak memuaskan, engkau pergi mencari beberapa filsafat lain yang akan
engkau yakini. Tapi engkau tetap sama; engkau tidak tersentuh sama sekali, engkau tidak
berubah.
Tidak perduli apakah engkau seorang Hindu atau Islam atau Kristen atau Jaina, tidak ada
bedanya. Seseorang di balik Hindu atau Islam atau Kristen adalah sama. Berbeda hanya
kata-kata, atau pakaian. Pria yang pergi ke gereja atau ke kuil atau masjid adalah orang
yang sama. Hanya berbeda wajah, dan semua itu adalah wajah-wajah yang palsu;
sekedar topeng. Di balik topeng engkau akan menemukan orang yang sama - kemarahan
yang sama, keberingasan yang sama, kekerasan yang sama, keserakahan yang sama,
nafsu yang sama - semuanya sama. Apakah seksualitas Islam berbeda dari seksualitas
Hindu? Apakah kekerasan Kristen berbeda dari kekerasan Hindu? Semuanya sama!
Kenyataannya tetap sama; hanya berbeda pakaian.
Tantra tidak peduli dengan pakaianmu, tantra peduli denganmu. Jika engkau mengajukan
pertanyaan itu menunjukkan dimana dirimu. Ini menunjukkan bahwa di manapun engkau
berada engkau tidak bisa melihat; itulah mengapa ada pertanyaan. Seorang pria buta
bertanya, "Apakah cahaya itu?" Dan filsafat akan mulai menjawab apa itu cahaya. Tantra
hanya akan mengetahui ini: Jika seseoang bertanya “Apakah cahaya itu?” itu hanya
menunjukkan bahwa ia buta. Tantra akan mulai mengoperasi mata orang itu, mengubah
orang itu, sehingga ia bisa melihat. Tantra tidak akan mengatakan apa itu cahaya. Tantra
akan memberitahu bagaimana caranya mendapatkan penglihatan, bagaimana caranya
dapat melihat, bagaimana caranya mendapatkan penglihatan. Ketika penglihatan ada,
jawabannya akan berada di sana. Tantra tidak akan memberikan jawabannya; tantra akan
memberikan teknik untuk mendapatkan jawabannya.
Sekarang, jawaban ini tidak akan menjadi intelektual. Jika engkau mengatakan sesuatu
tentang cahaya kepada orang buta, ini adalah intelektual. Jika si buta itu mampu melihat,
ini eksistensial. Inilah yang ku maksudkan ketika aku mengatakan tantra adalah
eksistensial. Jadi Siwa tidak akan menjawab pertanyaan-pertanyaan Dewi Parwati, tetapi
tetap Dia akan menjawab - itu hal pertama.
Hal kedua: Tantra adalah jenis bahasa yang berbeda. Engkau harus tahu sesuatu tentang
hal itu sebelum kita masuk ke dalamnya. Semua risalah tantra adalah dialog antara Siwa
dan Dewi Parwati. Dewi Parwati bertanya dan Siwa menjawab. Semua risalah tantra
dimulai dengan cara ini. Mengapa? Mengapa metode ini? Hal ini sangat berarti. Ini bukan
dialog antara guru dan murid, ini adalah dialog antara dua kekasih. Dan tantra
menandakan bahwa ini hal yang sangat berarti: bahwa ajaran yang lebih dalam tidak
dapat diberikan kecuali ada cinta diantara keduanya - murid dan guru. Murid dan guru
harus menjadi pecinta yang mendalam. Hanya dengan seperti itu keadaan yang lebih
tinggi, keadaan yang melampaui segala sesuatu, dapat diekspresikan, dapat
terungkapkan.
Jadi ini adalah bahasa cinta; murid harus bersikap penuh cinta. Tapi bukan hanya itu,
karena teman bisa menjadi kekasih. Tantra mengatakan murid harus bergerak sebagai
yang reseptif, kemampuan menerima, sehingga murid harus dalam reseptivitas feminin;
hanya dengan begitu hal ini dimungkinkan. Engkau tidak perlu menjadi seorang wanita
untuk menjadi seorang murid, tetapi engkau perlu berada dalam sikap penerimaan yang
feminim. Ketika Dewi Parwati bertanya, Ini berarti sikap feminim yang bertanya. Mengapa
penekanan ini ada pada sikap feminim?
Pria dan wanita tidak hanya memiliki fisik yang berbeda, mereka memiliki psikologis/
kejiwaan yang berbeda. Seksualitas tidak hanya memiliki perbedaan dalam tubuh; tetapi
juga berbeda dalam psikologi. Pikiran feminim berarti penerimaan - penerimaan total,
berserah, cinta. Seorang murid membutuhkan psikologi feminim; jika tidak, ia tidak akan
mampu untuk belajar. Engkau dapat bertanya, tetapi jika engkau tidak terbuka maka
engkau tidak dapat menerima jawaban. Engkau dapat mengajukan pertanyaan dan masih
tetap saja tertutup. Maka jawabannya tidak bisa menembus dirimu. Pintumu tertutup;
engkau mati. Engkau tidak terbuka.
Sebuah reseptivitas/penerimaan yang feminim berarti seperti-rahim sebuah sarana
penyerapan di kedalaman batin, sehingga engkau dapat menerima. Dan tidak hanya itu –
ada lebih banyak hal lagi yang tersirat. Seorang wanita tidak hanya menerima sesuatu,
saat ia menerima, itu akan menjadi bagian dari tubuhnya. Seperti seorang anak yang
diterimanya. Seorang wanita akan mengandung; saat ada pembuahan, anak akan
menjadi bagian dari tubuh femininnya. Bukan sesuatu yang asing. Karena itu telah
diserapnya. Sekarang si anak akan hidup bukan sebagai sesuatu yang ditambahkan ke
sang ibu, tapi sebagai bagian, seperti ibu itu sendiri. Dan si anak tidak hanya diterima:
tubuh feminin menjadi kreatif; sehingga anak mulai tumbuh.
Seorang murid membutuhkan reseptivitas/penerimaan seperti-rahim. Apapun yang
diterima tidak akan dikumpulkan sebagai pengetahuan yang mati. Yang engkau terima
harus tumbuh di dalam dirimu; harus menjadi darah dan tulang di dalam dirimu. Ia harus
menjadi bagian dari dirimu sekarang. Ia harus tumbuh! Pertumbuhan ini akan
mengubahmu, akan men-transformasikan-mu - si penerima. Itulah sebabnya tantra
menggunakan perangkat/tekhnik ini. Setiap risalah dimulai dengan Dewi Parwati
mengajukan pertanyaan dan Siwa menjawabnya. Dewi Parwati adalah pendamping Siwa,
bagian feminin-Nya.
Satu hal lagi .... Psikologi modern saat ini, terutama psikologi mendalam, mengatakan
bahwa manusia itu adalah keduanya pria dan wanita. Tidak ada yang hanya laki-laki dan
tidak ada yang hanya perempuan; semua orang adalah bi-seksual. Kedua jenis kelamin
dimiliki oleh setiap orang. Penelitian ini merupakan penelitian yang sangat baru di Barat,
tetapi untuk tantra ini sudah merupakan salah satu konsep paling dasar yang telah ada
selama ribuan tahun. Engkau harus melihat beberapa gambar dari Siwa sebagai
ARDHANARISHWARA - setengah pria, setengah wanita. Tidak ada konsep lain seperti itu
di seluruh sejarah manusia. Siwa digambarkan sebagai setengah pria, setengah wanita.
Jadi Dewi Parwati bukan hanya permaisuri, dia adalah setengah bagian dari Siwa. Hanya
jika seorang murid menjadi setengah bagian yang lain dari guru, adalah mustahil untuk
menyampaikan ajaran yang lebih tinggi, metode esoteric rahasia. Ketika engkau menjadi
satu dengan guru di sana tidak akan ada keraguan. Ketika engkau menjadi satu dengan
guru - sehingga benar-benar satu, begitu mendalam dalam kesatuan - tidak ada argumen,
tidak ada logika, tidak ada alasan. Ketika engkau hanya menyerap; menjadi seperti rahim.
Dan kemudian ajaran mulai tumbuh dalam dirimu dan mengubahmu.
Itulah sebabnya tantra ditulis dalam bahasa cinta. Ada sesuatu yang harus dipahami
tentang bahasa cinta. Ada dua jenis bahasa: bahasa logika dan bahasa cinta. Ada dua
perbedaan mendasar di antara keduanya.
Bahasa logika adalah agresif, argumentatif, keras. Jika aku menggunakan bahasa yang
logis aku menjadi agresif pada pikiranmu. Aku mencoba untuk meyakinkanmu, untuk
mengubahmu, membuatmu menjadi boneka. Argumenku adalah “benar” dan engkau
“salah”. Bahasa logika adalah egosentris: "Aku benar dan engkau salah, jadi aku harus
membuktikan bahwa aku benar dan engkau salah." Aku tidak peduli denganmu, yang ku
perdulikan adalah egoku. Ego ku selalu “benar."
Bahasa cinta benar-benar berbeda. Aku tidak perduli dengan egoku; Aku prihatin
denganmu. Aku tidak peduli untuk membuktikan sesuatu, untuk memperkuat ego aku. Aku
perduli untuk membantu engkau. Ini adalah kasih sayang untuk membantumu untuk
tumbuh, untuk membantumu bertransformasi, untuk membantumu dilahirkan kembali
sebagai makhluk spiritual.
Kedua, logika akan selalu menjadi intelektual. Konsep dan prinsip akan signifikan,
argumen akan signifikan. Dengan bahasa cinta apa yang dikatakan tidak begitu signifikan;
itu adalah cara mengatakan. Kata-kata adalah wadah, dan wadah tersebut tidak penting;
isi, pesan yang lebih penting. Ini adalah pembicaraan dari hati-ke-hati, bukan diskusi
pikiran-ke-pikiran. Ini bukan perdebatan, tapi adalah penyatuan.
Jadi ini jarang terjadi: Dewi Parwati duduk di pangkuan Siwa dan bertanya, dan Siwa
menjawab. Ini adalah dialog cinta - tidak ada konflik, seakan-akan Siwa sedang berbicara
kepada dirinya sendiri. Mengapa penekanannya harus pada cinta - bahasa cinta? Karena
jika engkau sedang jatuh cinta dengan gurumu, maka seluruh dirimu berubah; menjadi
berbeda. Maka engkau tidak mendengar kata-kata-nya. Maka engkau hanya
menyerapnya. Lalu kata-kata menjadi tidak relevan, tidak bermakna. Sungguh,
keheningan diantara kata-kata menjadi lebih signifikan, lebih bermakna. Apa yang
dikatakannya dapat menjadi bermakna atau tidak bermakna ... tetapi yang penuh makna
itu adalah tatapan-nya, mata-nya, sentuhan, gerakan dan gemulai-nya, kasih sayang-nya,
cinta-nya.
Itu sebabnya tantra memiliki alat/tekhnik tetap yang tidak bisa diubah, sebuah struktur.
Setiap risalah dimulai dengan Dewi Parwati bertanya dan Siwa menjawab. Tidak ada
argumen di sana, tidak ada kata yang sia-sia, tidak ada pemborosan kata-kata. Hanya
pernyataan sederhana mengenai fakta, pesan-pesan singkat tanpa keinginan untuk
meyakinkan, tetapi hanya untuk sebuah keterhubungan.
Jika engkau menghadapi Siwa dengan pertanyaan dengan pikiran yang tertutup, Ia tidak
akan menjawabmu dengan cara ini. Pertama ketertutupanmu harus dihancurkan. Lalu Ia
harus menjadi agresif. Kemudian prasangkamu, persepsimu harus dihancurkan. Kecuali
engkau dibersihkan sepenuhnya dari masa lalumu, tidak ada yang bisa diberikan
kepadamu. Tapi ini tidak begitu dengan permaisuri-Nya Dewi Parwati; dengan Dewi
Parwati tidak ada masa lalu.
Ingat, ketika engkau sedang jatuh cinta yang sangat dalam pikiranmu berhenti. Tidak ada
masa lalu; saat ini menjadi segalanya. Ketika engkau sedang jatuh cinta saat ini adalah
satu-satunya waktu, sekarang adalah segalanya - tidak ada masa lalu, masa depan. Jadi
Dewi Parwati benar-benar terbuka. Tidak ada pertahanan - tidak ada yang harus
dibersihkan, tidak ada yang harus dihancurkan. Tanah telah siap, hanya benih yang harus
ditanam. Tanah tidak hanya siap, tapi menyambut, menerima, meminta untuk diresapi.
Sehingga semua perkataan yang akan kita bahas akan menjadi pesan-pesang singkat
(telegraf). Kata-kata ini hanya sutra (kalimat-kalimat pendek), tetapi masing-masing sutra,
setiap telegraf pesan dari Siwa senilai Veda, senilai Alkitab, senilai Quran. Setiap kalimat
bisa menjadi dasar dari kitab suci yang besar. Kitab Suci adalah logika - engkau harus
mengajukan, membela, berdebat. Di sini tidak ada argumen, hanya pernyataan-
pernyataan cinta yang sederhana.
Ketiga, arti dari kata VIGYANA BHAIRAVA TANTRA berarti teknik untuk melampaui
kesadaran. VIGYANA berarti kesadaran, BHAIRAVA berarti keadaan yang melampaui
kesadaran, dan TANTRA berarti metode: metode untuk melampaui kesadaran. Ini adalah
doktrin tertinggi - tanpa doktrin apapun (doktrin tanpa doktrin).
Kita tidak sadar, sehingga semua ajaran agama adalah tentang bagaimana melampaui
ketidaksadaran, bagaimana menjadi sadar. Misalnya, Krishnamurti, Zen, Mereka semua
mengajarkan cara membuat kita lebih sadar/terjaga, karena kita semua tidak sadar. Jadi
bagaimana menjadi lebih sadar, terjaga? Dari ketidaksadaran, bagaimana cara berpindah
menuju kesadaran?
Tapi tantra mengatakan bahwa ini adalah dualitas - tidak sadar dan sadar. Jika engkau
berpindah dari ketidaksadaran ke kesadaran, engkau hanya pindah dari satu dualitas ke
dualitas lain. Bergerak melampaui keduanya! kecuali engkau bergerak melampaui
keduanya engkau tidak pernah dapat mencapai akhir, jadi jangan menjadi sadar maupun
tidak sadar; hanya melampaui, hanya menjadi (just be). Jangan menjadi sadar maupun
tidak sadar - hanya Menjadi (just be)! Ini adalah melampaui yoga, melampaui Zen,
melampaui semua ajaran.
'Vigyana' berarti kesadaran, dan 'Bhairava' adalah istilah yang spesifik, istilah tantra untuk
“Ia yang telah melampaui”. Itulah sebabnya Siwa adalah Bhairava dan Dewi Parwati
dikenal sebagai Bhairavi - Mereka yang telah melampaui dualitas.
Dalam pengalaman kita, hanya cinta yang dapat memberikan secercah pengalaman. Itu
sebabnya cinta menjadi alat yang sangat dasar untuk menanamkan kebijaksanaan tantra.
Dalam pengalaman kita, kita dapat mengatakan bahwa hanya cinta melampaui dualitas.
Ketika dua orang sedang jatuh cinta, semakin dalam mereka bergerak ke dalam cinta,
semakin berkurang kesadaran bahwa mereka adalah dua, mereka semakin menjadi satu Dan akan sampai pada titik puncaknya ketika dimana mereka hanya kelihatannya saja
dua. Di dalam mereka adalah satu; dualitas terlampaui.
Hanya dalam arti ini ketika Yesus mengatakan bahwa "Tuhan adalah cinta" menjadi
bermakna; tidak sebaliknya. Cinta adalah pengalaman terdekat dengan Tuhan. Ini tidak
berarti bahwa Tuhan adalah cinta, sebagaimana umat Kristen menafsirkan - bahwa Tuhan
memiliki cinta seorang ayah untukmu. Omong kosong! “Tuhan adalah cinta" adalah
pernyataan tantra. Ini adalah berarti bahwa cinta adalah satu-satunya hakikat dalam
pengalaman kita yang terdekat yang dapat kita capai untuk menuju Tuhan, menuju yang
ilahi. Mengapa? Karena dalam cinta kesatuan dirasakan. Tubuh tetap dua, tapi sesuatu
yang melampaui tubuh bergabung dan menjadi satu.
Itulah mengapa ada begitu banyak orang mendambakan hubungan seks. Yang
didambakan sebenarnya adalah kesatuan, tapi kesatuan itu bukan seksual. Dalam
hubungan seks dua tubuh hanya menipu perasaan menjadi satu, tetapi mereka tidak satu,
mereka hanya terhubung bersama-sama. Tapi untuk satu saat dua tubuh saling
melupakan satu sama lain, dan kesatuan fisik tertentu dirasakan. Mendambakan ini tidak
buruk, tapi berhenti disitu adalah berbahaya. Mendambakan sex ini menunjukkan
dorongan lebih dalam untuk merasakan kesatuan.
Dalam cinta, di keadaan yang lebih tinggi, bagian yang terdalam dari diri kita bergerak,
menyatu dengan sang kekasih, dan ada perasaan kesatuan disana. Dualitas lenyap.
Hanya dalam cinta yang non-dualistik seperti ini kita dapat miliki secercah pengalaman
seperti apa keadaan Bhairava itu. Kita dapat mengatakan bahwa keadaan Bhairava
adalah cinta mutlak tanpa pernah kembali lagi, tidak ada kejatuhan kembali dari puncak
cinta. Ia akan tetap ada di puncak.
Kita telah mengatakan tempat tinggal Siwa di Kailash. Itu hanya simbolik: Kailash adalah
puncak tertinggi, puncak paling suci. Kita telah membuatnya sebagai tempat tinggal Siwa.
Kita bisa pergi ke sana tapi kita harus turun lagi, itu tidak dapat menjadi tempat tinggal
kita. Kita bisa pergi berziarah. Ini adalah TIRTAYATRA - ziarah, perjalanan. Untuk sesaat
kita dapat menyentuh puncak tertinggi itu; lalu kita harus turun kembali.
Di dalam cinta perjalaan suci ini terjadi, tetapi tidak untuk semua karena hampir tidak ada
yang bergerak melampaui seks. Sehingga kita harus hidup di lembah, lembah gelap.
Kadang-kadang seseorang bergerak ke puncak cinta, tapi kemudian harus jatuh kembali
karena itu begitu memusingkan. Cinta itu sangat tinggi dan engkau sangat rendah, dan
karena itu sangat sulit untuk tinggal di sana. Mereka yang memiliki cinta, mereka tahu
bagaimana sulitnya untuk terus mencintai. Kita harus kembali lagi dan lagi. Ini adalah
tempat tinggal Siwa. Ia tinggal di sana; di ketinggian cinta adalah tempat tinggal-Nya.
Seorang Bhairava tinggal di dalam cinta; Itulah tempat tinggal-nya. Ketika aku
mengatakan Itu adalah tempat tinggal-nya, yang kumaksud sekarang ia bahkan tidak
menyadari cinta - Karena jika engkau tinggal di Kailash engkau tidak akan menyadari
bahwa ini adalah Kailash, ini adalah puncaknya. Puncak menjadi polos. Siwa tidak
menyadari cinta. Kita menyadari cinta karena kita hidup di yang bukan-cinta. Dan karena
kontras itu kita merasakan cinta. Siwa adalah cinta. Keadaan Bhairava berarti seseorang
telah menjadi cinta, bukan mencintai; seseorang harus menjadi cinta, tinggal di puncak.
Puncak itu telah menjadi tempat tinggal-nya.
Bagaimana membuat puncak tertinggi ini menjadi mungkin: melampaui dualitas,
melampaui ketidaksadaran, melampaui kesadaran, melampaui tubuh dan melampaui jiwa,
melampaui dunia dan melampaui apa yang disebut MOKHSA - pembebasan? Bagaimana
untuk mencapai puncak ini? Tekniknya adalah tantra. Tapi tantra adalah murni teknik,
sehingga akan menjadi sulit untuk memahaminya. Pertama mari kita memahami
pertanyaannya, apa yang ditanyakan Dewi Parwati.
OH SIWA, APAKAH REALITA/HAKIKAT MU? Mengapa pertanyaan ini? Engkau juga
dapat mengajukan pertanyaan ini, tapi itu tidak akan membawa makna yang sama. Jadi
cobalah memahami mengapa Dewi Parwati bertanya, APAKAH REALITA/HAKIKAT MU?
Dewi Parwati berada dalam cinta yang mendalam. Ketika engkau berada dalam cinta yang
mendalam, untuk pertama kalinya engkau mengalami realitas batin. Kemudian Siwa
bukanlah bentuk, bukanlah tubuh. Ketika engkau sedang jatuh cinta, tubuh kekasihmu
menghilang, lenyap. Bentuknya menjadi tiada dan yang tak berbentuk menjadi terungkap.
Engkau menghadapi jurang, menghadapi kedalaman kekosongan. Itulah sebabnya kita
begitu takut kepada cinta. Kita dapat menghadapi tubuh, kita dapat menghadapi wajah,
kita dapat menghadapi bentuk, tapi kita takut untuk menghadapi jurang kekosongan.
Jika engkau mencintai seseorang, jika engkau benar-benar mencintai, tubuh-nya pasti
akan lenyap. Dalam beberapa saat klimaks, pada puncaknya, wujud akan menguap, dan
melalui yang tercinta engkau akan memasuki yang tak berwujud. Itulah mengapa kita takut
- itu adalah seperti jatuh ke dalam jurang yang tak bertepi. Jadi pertanyaan ini bukan
hanya pertanyaan sederhana: OH SIWA, APAKAH REALITA/HAKIKAT MU?
Dewi Parwati pasti telah jatuh cinta kepada wujudnya. Hal ini dimulai dengan cara itu. Dia
pasti telah mencintai pria ini sebagai seorang pria, dan sekarang ketika cinta telah menjadi
dewasa, ketika cinta telah berbunga, pria ini menghilang. Dia menjadi tak berwujud. Kini
pria ini tidak dapat ditemukan dimana-mana. OH SIWA, APAKAH REALITA/HAKIKAT MU?
Ini adalah pertanyaan yang ditanyakan dalam kondisi cinta yang sangat kuat dan
mendalam. Dan ketika pertanyaan diajukan, itu akan menjadi berbeda dalam pikiran yang
bertanya.
Jadi buatlah situasi, pertanyaan dalam pikiranmu. Dewi Parwati harus menjadi bingung -
Siwa telah menghilang. Ketika cinta mencapai puncak sang kekasih akan lenyap.
Mengapa hal ini terjadi? Hal ini terjadi karena sesungguhnya, semua orang tidak
berwujud. Engkau bukan tubuh. Engkau bergerak sebagai tubuh, engkau hidup sebagai
tubuh, tetapi engkau bukan tubuh. Ketika kita melihat seseorang dari luar, ia adalah tubuh.
Cinta menembus kedalam. Kemudian kita tidak melihat seseorang dari luarnya. Cinta
dapat melihat seseorang sebagaimana orang tersebut dapat melihat dirinya sendiri dari
dalam. Kemudian wujud pun lenyap.
Seorang biksu Zen, Rinzai, mencapai pencerahan-nya, dan hal pertama yang ia tanyakan
adalah, "Di mana tubuhku? Kemana tubuhku telah pergi?” Dan ia mulai mencari. Dia
memanggil murid-murid-nya dan berkata, "Pergi dan cari tahu di mana tubuhku. Aku telah
kehilangan tubuhku.“
Ia telah memasuki yang tak berwujud. Engkau juga keber-ada-an yang tak berwujud, tapi
engkau mengetahui dirimu sendiri tidak secara langsung, tapi melalui mata orang lain.
Engkau mengetahui melalui cermin. Kadang, sambil melihat di cermin, engkau menutup
mata dan berpikir, bermeditasi: jika tidak ada cermin, bagaimana engkau dapat
mengetahui wajahmu? Jika tidak ada cermin, maka tidak akan ada wajah. Engkau tidak
memiliki wajah; cermin yang memberikanmu wajah. Coba pikirkan dunia dimana tidak ada
cermin. Engkau sendirian - tidak ada cermin sama sekali, bahkan mata orang lain tidak
dapat dijadikan cermin. Engkau sendirian di sebuah pulau sepi; tidak ada yang bisa
mencerminkanmu. Maka apakah engkau masih akan memiliki wajah? Atau apakah engkau masih akan memiliki tubuh? Engkau tidak dapat memilikinya lagi. Engkau tidak
dapat memilikinya sama sekali. Kita mengetahui diri kita sendiri hanya melalui orang lain,
dan yang lain hanya bisa mengetahui bentuk luar. Itulah sebabnya kita menjadi
teridentifikasi dengannya.
Mistikus Zen yang lain, Hui-Hai pernah mengatakan kepada murid-murid-nya, "Ketika
engkau telah kehilangan kepalamu dalam meditasi, segera datang kepadaku. Ketika
engkau kehilangan kepalamu, segera datang kepadaku. Ketika engkau mulai merasa
tidak memiliki kepala, jangan takut; segera datang kepadaku. Ini adalah saat yang tepat.
Sekarang sesuatu dapat diajarkan kepadamu. "Dengan masih memiliki kepala, tidak ada
ajaran yang mungkin. Kepala selalu ada di antaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar