Jika engkau melihat lukisan Buddha Jepang dan Cina, lukisan itu tidak terlihat seperti Buddha India. Mereka telah mengubahnya sepenuhnya. Jika engkau melihat lukisan Buddha India, tubuhnya proporsional sebagaimana mestinya. Buddha adalah seorang pangeran yang kemudian menjadi seorang Buddha, seorang pria yang cantik, sempurna, proporsional. Buddha berperut besar? Buddha tidak pernah memiliki perut yang besar. Tetapi di Jepang, dalam lukisan dan kitab sucinya, Buddha dilukis dengan perut besar, karena orang yang tertawa pasti perutnya besar. Bagaimana engkau bisa melakukan tawa yang keras dengan perut kecil? Engkau tidak dapat melakukannya. Mereka bercanda akan Buddha dan mereka telah mengatakan banyak candaan tentang Buddha. Hanya cinta yang sangat dalam yang dapat melakukannya, jika tidak maka tawa itu akan terlihat menghina.
Bankei (Bankei Yotaku, 1622-1693, master Zen Rinzai) selalu bersikeras untuk membawa lukisan Buddha tepat di belakangnya, dan kepada murid-muridnya dia akan berkata, "Lihatlah lelaki ini. Setiap kali engkau bertemu dengannya, bunuh dia segera, jangan beri dia kesempatan. Saat engkau bermeditasi dia akan datang mengganggumu. Kapan pun engkau melihat wajahnya dalam meditasi, bunuh saja dia saat itu juga. Kalau tidak, dia akan mengikutimu."
Dan dia biasa berkata, "Lihatlah lelaki ini! Jika engkau menyebut namanya berulang kali," -karena umat Buddha terus mengulang-ulangnya, NAMO BUDDHAYA, NAMO BUDDHAYA - "pergilah dan cuci mulutmu." Kelihatannya menghina. Namo Buddhaya adalah nama Buddha dan Bankei berkata, "Jika engkau mengulanginya, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencuci mulut. Mulutmu menjadi kotor."
Dan dia benar. Karena kata-kata adalah kata-kata. Apakah itu nama Buddha atau bukan, tidak ada bedanya. Setiap kali sebuah kata melintasi pikiranmu, pikiranmu menjadi kotor. Cucilah mulutmu bahkan jika mulutmu menyebut nama Buddha.
Dan pria ini, yang selalu menjaga lukisan Buddha di belakangnya, akan membungkuk pada lukisan itu setiap pagi. Jadi murid-muridnya bertanya, "Apa yang kau lakukan? Engkau terus memberi tahu kami: Bunuh orang ini, jangan biarkan dia menghalangi. Engkau juga berkata: Jangan sebut namanya, jangan pernah mengulang-ulang namanya. Jika namanya muncul, cuci mulutmu. Dan sekarang kami melihatmu bersujud di depan lukisannya.”
Bankei berkata, "Semua ini telah diajarkan kepadaku oleh orang ini, lelaki ini, jadi aku harus memberi hormat kepadanya."
Mahakashyap tertawa, dan tawa ini membawa banyak dimensi di dalamnya. Dimensi pertama adalah kebodohan dari seluruh situasi yang dilihatnya, yaitu ketika seorang Buddha diam dan tidak ada yang memahaminya, semua orang berharap Buddha berbicara. Sepanjang hidupnya, Buddha telah mengatakan bahwa kebenaran tidak dapat diucapkan, dan tetap saja semua orang mengharapkannya untuk berbicara. Dimensi kedua, dia juga menertawakan Buddha, menertawakan seluruh situasi dramatis yang telah Buddha ciptakan. Duduk di sana dengan bunga di tangannya, memandangi bunga itu, menciptakan begitu banyak kegelisahan pada setiap orang. Dia tertawa dan tertawa pada sikap Buddha yang dramatis ini.
Dimensi ketiga, dia menertawakan dirinya sendiri. Kenapa dia tidak bisa mengerti sampai sekarang? Semuanya mudah dan sederhana. Pada hari engkau mengerti, engkau akan tertawa, karena tidak ada yang perlu dipahami. Tidak ada kesulitan yang harus diselesaikan. Semuanya selalu sederhana dan jelas. Bagaimana engkau bisa melewatkannya?
Ketika Buddha duduk diam, burung-burung bernyanyi di pepohonan, angin sepoi-sepoi melewati pepohonan, dan semua orang gelisah, Mahakashyap mengerti. Apa yang dia mengerti? Dia mengerti bahwa tidak ada yang perlu dipahami, tidak ada yang perlu dikatakan, tidak ada yang perlu dijelaskan. Seluruh situasi sederhana dan transparan. Tidak ada yang tersembunyi di dalamnya. Tidak perlu mencari, karena semua itu, ada di sini dan sekarang, di dalam dirimu. Dia juga menertawakan dirinya sendiri, pada seluruh upaya absurd dari banyak kehidupan hanya untuk memahami keheningan ini dan pada begitu banyak pemikiran yang dicurahkan.
Buddha memanggilnya, memberinya bunga dan berkata, "Dengan ini, Aku memberikan kuncinya." Apa kuncinya? Keheningan dan tawa adalah kuncinya. Keheningan di dalam, tawa di luar. Dan ketika tawa keluar dari keheningan, tawa itu bukan dari dunia, itu adalah ilahi.
OSHO
A Bird in the Wing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar