Kamis, 18 Juli 2024

KEMIRIPAN MEDITASI SAMATHA BHAVANA BUDHISME DAN AJARAN TAWAJJUH SUFI

 KEMIRIPAN MEDITASI SAMATHA BHAVANA BUDHISME DAN AJARAN TAWAJJUH SUFI

Dalam tradisi sufisme, tindakan seorang murid yang menghadap kepada gurunya dan membayangkan wajah gurunya sering disebut sebagai **"tawajjuh"** atau **"rabitoh"**. Tawajjuh adalah praktik spiritual di mana murid memfokuskan perhatiannya kepada gurunya untuk mendapatkan bimbingan spiritual dan berkah. Rabita, di sisi lain, adalah teknik meditasi di mana murid membayangkan atau menghadirkan dalam pikirannya wajah gurunya untuk mencapai koneksi spiritual yang lebih dalam.layaknya hp yang meminta wifi.maka sang guru yang memiliki radiasi bathin yang sempurna mampu memberikan pancaran batiniyah kepada murid.ketika murid selaras dan channeling dengan benar.hal itu disebut wasilah.


Kemiripan tawajjuh dan samatha bhavana


**tawajjuh** dalam sufisme memiliki kesamaan dengan **meditasi samatha** dalam tradisi Buddhis. Keduanya melibatkan konsentrasi mendalam pada satu objek untuk menenangkan pikiran dan mencapai kedalaman spiritual. Dalam tawajjuh, objek konsentrasi adalah guru spiritual atau sheikh, sementara dalam samatha, objeknya bisa bermacam-macam, seperti napas, objek visual, atau mantra.


Dengan memusatkan perhatian pada wajah atau keberadaan gurunya, murid dalam tawajjuh dapat mengembangkan ketenangan pikiran dan kedalaman konsentrasi yang mirip dengan apa yang dicapai dalam meditasi samatha. Kedua praktik ini bertujuan untuk membawa praktisinya menuju keadaan batin yang tenang dan stabil, membuka jalan bagi pencerahan atau wawasan yang lebih dalam.


Agar memandang wajah guru (tawajjuh) dapat membawa keberhasilan dalam praktik spiritual, beberapa metode yang bisa diikuti meliputi:


1. **Niat yang Tulus**: Mulailah dengan niat yang tulus dan ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui bimbingan spiritual guru. Niat yang murni akan membantu memfokuskan energi dan pikiran pada tujuan spiritual.


2. **Konsentrasi dan Fokus**: Latih konsentrasi dengan cara yang sama seperti dalam meditasi samatha. Fokuskan perhatian sepenuhnya pada wajah atau keberadaan guru, hilangkan gangguan pikiran dan distraksi dari lingkungan sekitar.


3. **Cinta dan Penghormatan**: Pendekatan dengan cinta dan penghormatan yang mendalam kepada guru dapat memperkuat koneksi spiritual. Merasa bahwa guru adalah perantara atau jalan untuk mencapai Tuhan dapat meningkatkan kedalaman meditasi.


4. **Visualisasi yang Jelas**: Bayangkan wajah guru dengan sangat jelas. Detailkan fitur wajah, ekspresi, dan kehadiran energi spiritualnya. Visualisasi yang jelas membantu dalam menciptakan koneksi yang kuat.


5. **Pernafasan yang Teratur**: Gunakan teknik pernafasan yang dalam dan teratur untuk menenangkan pikiran dan tubuh. Pernafasan yang stabil dapat membantu mencapai konsentrasi yang lebih dalam.


6. **Pengulangan dan Latihan Teratur**: Seperti dalam semua praktik spiritual, pengulangan dan konsistensi sangat penting. Lakukan latihan ini secara teratur untuk memperkuat koneksi dan mencapai hasil yang diinginkan.


7. **Doa dan Dzikir**: Sertakan doa dan dzikir dalam praktik tawajjuh. Doa meminta bantuan Tuhan dan dzikir mengulang nama-nama suci dapat membantu mendalamkan pengalaman spiritual.


8. **Bimbingan Guru**: Mendapatkan bimbingan langsung dari guru dapat sangat membantu. Guru dapat memberikan saran dan koreksi yang diperlukan untuk memastikan praktik dilakukan dengan benar.


Sebaiknya wasilah kepada guru mursyid yang sudah meninggal atau yg masih hidup?


Dalam tradisi Sufisme, terdapat literatur yang menyarankan agar seorang murid memilih wasilah (perantara) guru yang masih hidup. Salah satu referensi yang sering dikutip berasal dari karya **Ibnu 'Arabi** dalam kitabnya **"Futuhat al-Makkiyah"**. Berikut adalah kutipan dan penjelasannya:


 Dalil dari Kitab "Futuhat al-Makkiyah"


**Ibnu 'Arabi** dalam "Futuhat al-Makkiyah" menyatakan:

> "Murid yang sungguh-sungguh dalam perjalanan spiritualnya harus selalu mencari bimbingan dari seorang guru yang masih hidup. Sebab, guru yang masih hidup dapat memberikan panduan yang sesuai dengan keadaan murid dan menyesuaikan bimbingan mereka dengan tantangan yang dihadapi murid saat ini."


**Arti**:

> "Seorang murid yang serius dalam perjalanan spiritualnya harus selalu mencari bimbingan dari seorang guru yang masih hidup. Karena guru yang masih hidup dapat memberikan panduan yang sesuai dengan kondisi murid dan menyesuaikan bimbingan mereka dengan tantangan yang dihadapi murid saat ini."


1. **Interaksi Langsung**: Seorang guru yang hidup dapat berinteraksi langsung dengan murid, memberikan bimbingan dan nasihat yang spesifik sesuai dengan kondisi murid.

2. **Pengalaman Aktual**: Guru yang hidup dapat berbagi pengalaman spiritual aktual dan memberikan contoh nyata dalam menjalani kehidupan spiritual.

3. **Koreksi dan Dukungan**: Guru yang hidup dapat memberikan koreksi dan dukungan terus-menerus, membantu murid mengatasi hambatan-hambatan spiritual yang muncul.


Selain Ibnu 'Arabi, beberapa ulama dan sufi lainnya juga menekankan pentingnya memiliki guru yang hidup. Contohnya:


- **Imam al-Ghazali** dalam kitab **"Ihya' Ulumuddin"**: Al-Ghazali menekankan bahwa seorang murid memerlukan bimbingan seorang guru yang memiliki pengetahuan dan pengalaman spiritual yang mendalam.

  

- **Jalaluddin Rumi**: Dalam beberapa bait syairnya, Rumi menekankan pentingnya hubungan antara murid dan guru, di mana kehadiran fisik dan bimbingan langsung dari guru sangat penting dalam perjalanan spiritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar