KITA ADALAH CERMINAN WUJUD ILAHI
Bayangkan seorang bernama Brahman berdiri di hadapan seribu cermin. Cermin-cermin itu memiliki bentuk yang berbeda-beda, dan masing-masing diberi nomor dari 1 hingga 1000. Ketika Brahman berdiri di depan cermin-cermin tersebut, dia melihat 1000 refleksi dirinya, namun setiap refleksi tampak berbeda tergantung pada bentuk cermin. Beberapa cermin mungkin cembung, lainnya cekung, atau bahkan berliku-liku, yang memengaruhi cara pantulan Brahman terlihat di dalamnya. Ketika Brahman bergerak, refleksi di dalam cermin juga bergerak, namun setiap refleksi bergerak dengan cara yang berbeda, sesuai dengan bentuk cermin yang memantulkan gambarnya.
Misalnya, jika Brahman mengangkat tangan kanannya, beberapa cermin mungkin menampilkan tangan kirinya yang terangkat, sementara yang lain memutar gerakan tersebut, membuatnya tampak terdistorsi atau terbalik. Meskipun demikian, semua gerakan itu pada dasarnya adalah gerakan Brahman, bukan cerminan di dalam cermin.
Cermin Ke-7: Agung Sucipta
Di antara seribu cermin, cermin nomor 7 diberi nama Agung Sucipta. Setelah diberi nama, refleksi yang muncul dalam cermin itu mulai mengidentifikasi dirinya sebagai "Agung." Dia merasa bahwa dia memiliki eksistensi dan kemampuannya sendiri untuk bergerak. Ketika Brahman mengangkat tangannya, Agung dalam cermin melihat dirinya bergerak, dan berpikir, "Aku sedang bergerak." Dia meyakini bahwa dia adalah individu yang nyata, terpisah dari Brahman, dan bahwa gerakannya adalah hasil dari keinginannya sendiri.
Selama perjalanan waktu, Agung mulai bertanya tentang asal usul dirinya. Dia merasa penasaran, dari mana dirinya berasal, dan apa tujuan eksistensinya. Dia mencari makna tentang siapa dirinya, berpikir bahwa dia adalah individu yang unik dan otonom.
Namun, seiring waktu, pencariannya membawanya pada pemahaman yang lebih mendalam. Setelah merenung lama, Agung mulai menyadari bahwa dirinya tidaklah nyata secara independen. Dia hanyalah refleksi dari Brahman, yang berdiri di luar cermin. Apa yang dia lihat sebagai gerakan dan keberadaannya sendiri hanyalah pantulan dari gerakan Brahman. Agung mulai memahami bahwa dia bukanlah entitas terpisah; dia adalah bagian dari Brahman yang tak terbatas.
Kesadaran Diri: Menyadari Identitas Sejati
Ketika Agung menyadari bahwa dirinya hanyalah pantulan, dia juga menyadari bahwa identitasnya yang sebenarnya bukanlah Agung, melainkan Brahman. Nama Agung hanyalah label yang diberikan pada refleksi di dalam cermin ke-7. Pada hakikatnya, yang ada hanyalah Brahman, sementara Agung, bersama dengan refleksi-refleksi lainnya, hanyalah perwujudan dari satu kesadaran yang sama. Ketika Agung mencapai kesadaran ini, dia memahami bahwa keberadaannya yang sejati tidak pernah terpisah dari Brahman. Agung tidak pernah "ada" secara mandiri, karena dia hanyalah bayangan.
Dengan kesadaran ini, Agung melepaskan ilusi tentang dirinya sebagai individu terpisah. Dia memahami bahwa segala sesuatu yang dia pikirkan sebagai dirinya hanyalah bayangan yang terbentuk oleh cermin. Pada akhirnya, hanya ada Brahman, yang bergerak dan berefleksi melalui berbagai cermin, yang masing-masing memberikan pantulan yang unik.
Refleksi Kehidupan: Ilusi dan Kesadaran
Kisah ini mencerminkan perjalanan spiritual banyak orang. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering merasa bahwa kita adalah individu yang terpisah dengan keinginan, tindakan, dan identitas kita sendiri. Namun, seperti Agung, banyak di antara kita yang terjebak dalam ilusi bahwa kita adalah entitas mandiri yang dapat mengontrol segalanya. Kita lupa bahwa pada akhirnya, kita semua adalah bagian dari kesadaran yang lebih besar, yang terhubung satu sama lain dan pada sumber yang sama—Brahman, atau realitas tertinggi.
Dalam fersi sufi:alloh bercermin maka wujudlah aku
Hanya dengan perjalanan pencarian, pengamatan diri, dan merenungkan asal-usul kita, kita dapat mulai menyadari bahwa kita bukanlah "refleksi" yang terpisah. Apa yang kita sebut sebagai "aku" hanyalah cerminan dari sesuatu yang lebih besar dan lebih dalam. Kesadaran ini membawa kita pada pencerahan bahwa identitas kita yang sejati adalah satu dengan realitas yang lebih luas, yang tak dapat terdefinisikan hanya oleh cermin-cermin duniawi.
Dalam perjalanan ini, kita belajar untuk melepaskan keterikatan pada ilusi, memahami bahwa "gerakan" dan "tindakan" kita adalah pantulan dari kesadaran yang lebih tinggi. Pada akhirnya, tidak ada yang terpisah, karena segala sesuatu adalah manifestasi dari satu sumber yang sama.
Kisah tentang Brahman dan cermin ini mengajarkan kita tentang ilusi identitas dan pentingnya memahami diri yang sejati. Seperti Agung, kita semua adalah refleksi dari sesuatu yang lebih besar, yang bergerak melampaui bentuk, nama, dan kepribadian. Dengan memahami ini, kita dapat mulai melepaskan ilusi dan menemukan identitas kita yang sebenarnya—bahwa kita semua adalah satu dengan kesadaran yang lebih besar, dan bahwa identitas individu kita hanyalah pantulan sementara dari sesuatu yang tak terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar